Sekitar 15 tahun lagi, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia jauh
lebih banyak dibanding penduduk tak produktif. Tapi kualitas usia
produktif ini akan melempem jika para pemudanya sudah teracuni rokok.
Agar 'bonus demografi' usia produktif ini dapat tercapai adalah mengoptimalkan pendidikan dan kesehatan.
Tenaga kerja yang produktif akan dapat terserap secara optimal di pasar kerja jika memiliki pendidikan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Hal ini sulit tercapai jika calon tenaga kerja produktif sudah teracuni oleh rokok.
Agar 'bonus demografi' usia produktif ini dapat tercapai adalah mengoptimalkan pendidikan dan kesehatan.
Tenaga kerja yang produktif akan dapat terserap secara optimal di pasar kerja jika memiliki pendidikan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Hal ini sulit tercapai jika calon tenaga kerja produktif sudah teracuni oleh rokok.
Konsumsi
rokok diketahui merupakan salah satu faktor risiko berbagai macam
penyakit seperti penyakit jantung, paru-paru, kanker dan sebagainya.
"Jika
konsumsi rokok tidak dihentikan mulai dari sekarang, dalam 10 tahun
lagi dampak buruk rokok akan menimpa tenaga kerja produktif. Tenaga
kerja yang sakit-sakitan akan menurunkan produktivitas nasional yang
pada akhirnya akan mengancam bonus demogarfi," kata Prof dr Tjandra Yoga
Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam acara diskusi mengenai Konsumsi
Rokok Mengancam Bonus Demografi di Hotel Atlit Century Park Senayan,
Rabu (14/6/2012).
Jika melihat kondisi di lapangan, kekhawatiran
ini bisa menjadi kenyataan karena jumlah generasi muda yang merokok
semakin banyak. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menemukan bahwa
saat ini jumlah perokok remaja berusia 15-19 tahun ada sebanyak 4,2 juta
jiwa. Jumlah ini mengalami kenaikan 2 kali lipat dari tahun 1995.
Padahal,
15 tahun lagi remaja-remaja ini akan memasuki pasar kerja. Dengan
perilaku tak sehatnya ini, maka di tahun 2027 remaja perokok berisiko
tinggi terkena penyakit yang terkait dengan merokok seperti kanker,
stroke dan serangan jantung.
"Umur orang mulai merokok dari tahun
ke tahun semakin muda. Jumlah perokok muda yang merokok juga semakin
banyak. Di antara 10 orang yang kecanduan merokok, hanya 2 yang berhasil
berhenti merokok," kata Abdillah Ahsan, SE, MSE., Peneliti dari Lembaga
Demografi FEUI.
Tak hanya berisiko menyebabkan penyakit
berbahaya, rokok juga merupakan pintu menuju penyalahgunaan obat-obatan
terlarang. Penelitian yang pernah dilakukan BNN menemukan bahwa 90%
orang yang kecanduan narkoba berawal dari kebiasaan merokok.
Bonus Demografi
'Bonus
Demografi' adalah suatu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif,
yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun, di suatu negara jauh lebih
besar dibandingkan dengan penduduk usia tak produktif. Fenomena ini
hanya terjadi 1 kali dalam sejarah suatu penduduk.
Sebagai
contoh, rasio ketergantungan penduduk tahun 1955 mencapai 81. Artinya,
100 penduduk produktif menanggung 81 orang penduduk tak produktif.
Perbandingan ini akan terus menurun hingga level terendah, yaitu 44 yang
diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020 - 2030.
Penurunan
rasio ini disebabkan menurunnya jumlah anak yang dimiliki keluarga di
Indonesia, sehingga beban yang ditanggung penduduk produktif makin
sedikit.
"Kondisi ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh
pemerintah, sehingga jumlah penduduk yang produktif tadi dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk menggerakkan roda perekonomian," kata
Prof Tjandra.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar