Senin, 11 Juni 2012

Pemerintah Terima Setoran Rokok Rp 70 Triliun, Dana untuk Kesehatan 28 Triliun

Jakarta, Kebijakan yang diambil pemerintah soal rokok memang sangat ironis. Pemerintah menerima Rp 70 triliun dari cukai rokok tetapi hanya mengalokasikan Rp 28 triliun untuk kementrian kesehatan. Bahkan, dana yang diberikan untuk jamkesmas saja hanya Rp 7 triliun.

Jika alasan yang dipakai adalah untuk menyejahterakan petani tembakau, alasan itu tidak dapat diterima karena justru pada periode 1980-2008 Indonesia lebih banyak mengimpor tembakau, bukan hanya memakai tembakau dari lokal.

"Jumlah perokok di Indonesia bertambah, tetapi penggunaan lahan untuk tembakau selama 40 tahun tidak berubah. Artinya tidak benar jika petani ikut menikmati keuntungan penjualan rokok," kata Prof Hasbullah Thabrany dari Pusat Kajian dan Kebijakan Kesehatan UI sekaligus guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Penelitian yang pernah dilakukan prof Hasbullah juga menunjukkan bahwa penghasilan petani tembakau tidak lebih menguntungkan dari petani padi dan jagung. Namun industri rokok selalu berdalih petani tembakau sangat menggantungkan nasibnya pada perusahaan.

Lebih lanjut lagi, prof Hasbullah dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah khawatir sekitar 2 juta orang kehilangan pekerjaan karena salah paham mengenai pengendalian tembakau, namun membiarkan 160 juta orang lainnya diracuni asap tembakau.

Enggan Berhenti Merokok

Disisi lain, banyak orang yang enggan berhenti merokok karena bahaya kesehatan yang mengancam tidak datang secara langsung, melainkan secara perlahan. Apalagi harga rokok di Indonesia terbilang murah jika dibandingkan negara lain.

Padahal rokok tidak memiliki manfaat kesehatan sama sekali. Bahkan jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk membakar rokok selama 10 tahun sudah bisa dipakai untuk membiayai berangkat haji ke tanah suci.

"Coba dihitung jika konsumsi rokok perhari rata-rata sebungkus Rp 10.000. Dalam setahun bisa habis uang Rp 365.000. Dalam 10 tahun sudah terkumpul uang Rp 36.500.000," kata Abdillah Ahsan MSE, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI dalam acara Diskusi Publik Riset Relasi Politik Bisnis Tembakau yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch (ICW) di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (7/6/2012).

Asumsi tersebut jika seseorang mengkonsumsi sebungkus rokok setiap hari. Sedangkan pada pecandu berat, dalam sehari bisa membabat habis 2-3 bungkus rokok.

Padahal mengkonsumsi rokok bisa dikatakan membeli penyakit. Pasalnya, rokok membuat pecandunya lebih berisiko terkena penyakit kardiovaskuler 2 kali lipat.

"Dalam setahun, ada sekitar 600.000 orang yang meninggal karena rokok. Tapi kebanyakan perokok yang meninggal karena penyakit akibat rokok membutuhkan progres yang lama, maka banyak yang tak menyadari," kata Prof Hasbullah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar